Senin, 28 Juli 2008

Orang Awam Bicara SKB 5 Menteri


Pemerintah melalui 5 kementrian terkait telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang berisi tentang Pengoptimalan Beban Listrik Melalui Pengalihan Waktu Kerja Pada Sektor Industri di Jawa-Bali. Bila anda belum pernah membaca isi dari SKB tersebut selengkapnya, bisa anda baca seperti yang tercantum dibawah ini :

Pasal 1
Pengoptimalan beban listrik melalui pengalihan waktu kerja pada sektor industri di Jawa-Bali bertujuan:
  1. Mengatasi ketidakseimbangan pasokan listrik PT PLN dengan kebutuhan listrik sektor industri.
  2. Menghindari pemadaman listrik sehingga sektor industri dapat melakukan operasi dengan baik.
Pasal 2

  1. Perusahaan industri setiap bulannya wajib mengalihkan satu sampai dua hari waktu kerja pada hari Senin sampai dengan Jumat ke hari Sabtu dan Minggu.
  2. Penentuan perusahaan industri dan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan untuk setiap klaster/daerah industri oleh Bupati/walikota berdasarkan usulan PT PLN setempat.
  3. Jumlah pemakaian listrik dari perusahaan industri yang mengalihkan waktu kerjanya sebagaimana pada ayat 1 dan ayat 2 harus mencapai 10 persen dari beban puncak pada klaster/daerah industri tersebut.
  4. Bupati/walikota wajib mengeluarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 selambat-lambatnya tanggal 21 Juli 2008.
Pasal 3
  1. Bupati/walikota melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pengalihan waktu kerja sebagaimana dimaksud pasal 2.
  2. Bupati/walikota setiap tiga bulan melaporkan pelaksanaan pengalihan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada Menteri Perindustrian, Menteri ESDM, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara BUMN.
Pasal 4
Kewajiban pengalihan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 tidak berlaku bagi perusahaan industri yang beroperasi: a. 24 jam sehari selama 7 hari dalam 1 minggu atau b. 7 hari dalam 1 minggu

Pasal 5
PT PLN wajib menjaga stabilitas dan ketersedian pasokan listrik untuk sektor industri.

Pasal 6

1. Menteri Perindustrian bertugas :
  • Mengkoordinasikan melalui kerjasama antar lain dengan KADIN mengenai penanganan dan pembinaan program penghematan energi pada sektor industri dan,
  • Monitoring pelaksanaan pengalihan waktu kerja di sektor industri.
2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral bertugas :
  1. Mengkoordinasikan pelaksanaan perhitungan pasokan dan kebutuhan listrik di setiap daerah dan,
  2. Mengawasi pelaksanaan kewajiban PT PLN dalam menjamin stabilitas dan kepastian pasokan listrik.
3. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertugas memfasilitasi pelaksanaan pengaturan pengalihan waktu kerja kepada pengusaha/organisasi pengusaha dan pekerja, serikat pekerja/serikat buruh.

4. Menteri Dalam Negeri bertugas mengkoordinasikan Bupati/walikota dalam melaksanakan dan monitoring pengalihan waktu kerja disektor industri.

5. Menteri Negara BUMN bertugas :
  1. Mengawasi PT PLN dalam rangka melaksanakan kewajiban pengalihan waktu kerja dan
  2. Mendorong perusahaan industri di lingkungan Kementerian Negara BUMN untuk melaksanakan pengalihan waktu kerja.
Pasal 7
PT PLN diberikan kewenangan untuk mengenakan sanksi berupa pemutusan aliran listrik sementara bagi perusahaan industri yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 2 peraturan bersama.

Pasal 8
Peraturan bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan di Jakarta tanggal 14 Juli 2008.

Sebagai orang awam, saya menanggapi SKB tersebut sebagai berikut :
Keluarnya SKB ini bersumber dari 'kebodohan' orang-orang (yang saya yakin sebetulnya terdiri atas orang pintar) yang mengelola sebuah institusi negara bernama PLN, Kementrian ESDM, dan Kementrian BUMN dalam mengelola sumber energi listrik. Mengapa saya katakan bodoh ? Alasan saya sebagai berikut :
  1. Semestinya PLN sudah bisa menghitung berapa jumlah energi listrik yang mereka punya dan berapa jumlah energi listrik yang sudah terpakai. Saya yakin PLN sudah bisa menghitung setiap saat berapa jumlah energi listrik yang dihasilkan dari beberapa pembangkit listrik di seluruh Indonesia. Kemudian untuk menghitung jumlah pemakaian beban listrik, saya yakin PLN bisa menghitungnya dengan mudah karena setiap pelanggan baik individu, industri, maupun institusi bisa dikontrol secara langsung, terbukti dari adanya tagihan listrik ke pelanggan. Kemudian untuk mengantisipasi adanya pelanggan baru yang mengakibatkan naiknya beban listrik terpakai, sebetulnya PLN dengan mudah mengontrolnya, karena setiap calon pelanggan sebelumnya diharuskan mengajukan permohonan dahulu ke pihak PLN. Artinya PLN jangan hanya bisa menjual listrik tanpa memperhitungkan jumlah ketersediaan listrik yang mereka miliki terlebih dahulu. Kalau sudah begitu, coba siapa yang bodoh ???
  2. Kemudian jika membaca pasal 6.2.2. yang berisi tentang tugas Mentri ESDM untuk mengkoordinasikan pelaksanaan perhitungan pasokan dan kebutuhan listrik di setiap daerah. Dari pasal ini mengandung arti bahwa selama ini kementrian ESDM belum mempunyai data yang valid tentang jumlah pasokan dan jumlah kebutuhan listrik. Disamping itu belum pernah melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk menghitung hal tersebut tadi. Makanya tidak tidak aneh kalo sekarang terjadi krisis listrik, karena selama ini manajemen yang diterapkan adalah 'manajemen reaktif' bukan 'manajemen antisipatif'. Kalo sudah begini kita sebut bodoh..lupa..atau tidak sempat ya ???
  3. Kegagalan Kementrian BUMN dan ESDM dalam mengontrol dan mempersiapkan sumber-sumber pembangkit listrik secara dini. Betapa bodohnya jika kedua departemen ini tidak mampu mengantisipasi jumlah besaran pertumbuhan kebutuhan listrik secara berkala, karena dari angka ini bisa diperhitungkan kapan, dimana, dan dengan menggunakan bahan pembangkit apa sehingga pembangkit listrik baru harus dibuat. Jika pembangkit listrik berbahan dasar fosil sangat mahal investasinya, semestinya negeri kita ini mampu membuat pembangkit listrik dengan sumber energi alternatif lainnya seperti panas bumi, air, dan sinar matahari. Orang awam sekalipun pasti paham bahwa negeri kita ini sangat kaya dengan ketiga jenis pembangkit energi alternatif tersebut.
Terbitnya SKB ini sudah tentu akan memakan korban.... lalu siapa korban-nya ??
Kaum Pekerja
Perubahan jam kerja yang mewajibkan pekerja untuk bekerja di hari Sabtu dan Minggu untuk mengganti hari kerja biasa yang diliburkan karena adanya jadwal pemadaman listrik, jika dilihat dari segi jumlah jam kerja tidak ada yang dirugikan. Namun secara psikologis pekerja dirugikan karena selama ini secara umum, hari Sabtu dan Minggu merupakan 'weekday' atau saatnya pekerja beristirahat atau melakukan aktivitas sosial dalam keluarga dan masyarakat. Lalu coba anda bayangkan ada berjuta-juta anak-anak kaum pekerja yang harus kecewa setiap Sabtu dan Minggu karena tidak bisa lagi bercengkrama dengan kedua orang tuanya pada kedua hari tersebut, karena pada hari biasa (Senin-Jumat) anak-anak ini harus tetap bersekolah.

Perusahaan/Industri
Dengan seringnya terjadi pemadaman listrik dan pengalihan waktu kerja akan berdampak pada jadwal produksi. Apalagi jika perusahaan tersebut sangat terpaku pada 'delivery due date'. Berapa kerugian yang harus ditanggung perusahaan dengan mundurnya jadwal produksi. Atau berapa kerugian yang harus ditanggung perusahaan karena harus merubah media pengiriman/ekspor barang dari jalur laut menjadi jalur udara karena terbentur jadwal pengiriman yang sudah tidak bisa ditunda lagi. Siapa yang harus mengganti semua kerugian itu ?? Apalagi jika melihat pasal 7 yang berisi kewenangan PT PLN untuk mengenakan sanksi berupa pemutusan aliran listrik sementara bagi perusahaan industri yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 2 peraturan bersama. Hebat sekali bukan, padahal selama ini PLN yang sering lebih diuntungkan setiap bulan-nya ??? Lalu pada saat terjadi krisis listrik perusahaan pula-lah yang diberi sanksi..!!! Benar-benar tidak adil !!

Masyarakat Umum
Seperti pada umumnya lah..setiap kebijakan pemerintah, masyarakat umum lah yang menderita paling besar atas kerugian-kerugian akibat pemadaman listrik ini. Pernahkah PLN memberikan ganti rugi kepada pelanggan akibat pemadaman listrik secara mendadak ? Padahal yang paling sering terjadi PLN dengan mudahnya memutus aliran listrik ke pelanggan jika terlambat membayar kewajibannya. Apalagi saat ini PLN sudah ancang-ancang untuk menaikkan tarif listrik sebagai bagian dari 'cost recovery' dari krisis yang sebetulnya karena kesalahan manajemen mereka sendiri. Imbas dari semua ini bisa berimplikasi ke hal lain atau semacam efek bola salju seperti menjadi pemicu kenaikan harga dll. Lagi-lagi yang harus menanggung resiko ini adalah masyarakat umum. Gerrghhmmm...sampai kapan masyarakat harus menanggung semua ini !!!(hen)

Sumber : kebodohan dan keawaman penulis sendiri.


0 komentar: